Tentang Arti Penghambaan Diri kepada Allah S.W.T
by: muslim.or.id
Arti Penghambaan Diri - Seorang ulama Fiqih yang dilahirkan di Kota Unaizah pada tahun 1928, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa ada tiga macam (arti) penghambaan:
- Penghambaan umum.
- Penghambaan khusus.
- Penghambaan sangat khusus.
Penghambaan umum adalah penghambaan terhadap sifat rububiyah Allah (berkuasa, mencipta, mengatur, dsb). Penghambaan ini meliputi semua makhluk. Penghambaan ini disebut juga ‘ubudiyah kauniyah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatupun di langit maupun di bumi melainkan pasti akan datang menemui Ar Rahman sebagai hamba.” (QS. Maryam [19] : 93). Sehingga orang-orang kafir pun termasuk hamba dalam kategori ini. BACA: Makna Ta’abbud dan Muta’abbad bih
Sedangkan penghambaan khusus ialah penghambaan berupa ketaatan secara umum. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan hamba-hamba Ar Rahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati.” (QS. Al Furqan [25] : 63). Penghambaan ini meliputi semua orang yang beribadah kepada Allah dengan mengikuti syari’at-Nya.
Adapun penghambaan sangat khusus ialah penghambaan para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Hal itu sebagaimana yang Allah firmankan tentang Nuh ‘alaihissalam (yang artinya), “Sesungguhnya dia adalah seorang hamba yang pandai bersyukur.” (QS. Al Israa’ [17]: 3). Allah juga berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Dan apabila kalian merasa ragu terhadap wahyu yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)…” (QS. Al Baqarah [2] : 23). Begitu pula pujian Allah kepada para Rasul yang lain di dalam ayat-ayat yang lain. penghambaan jenis kedua dan ketiga ini bisa juga disebut ‘ubudiyah syar’iyah (Al-Qaul Al-Mufid I/16, Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 38-39).
Di antara ketiga macam penghambaan ini, maka yang terpuji hanyalah yang kedua dan ketiga. Karena pada penghambaan yang pertama manusia tidak melakukannya dengan sebab perbuatannya. Walaupun peristiwa-peristiwa yang ada di dunia ini (nikmat, musibah, dsb) yang menimpanya bisa juga menyebabkan pujian dari Allah kepadanya. Misalnya saja ketika seseorang memperoleh kelapangan maka dia pun bersyukur. Atau apabila dia tertimpa musibah maka dia bersabar. Adapun penghambaan yang kedua dan ketiga jelas terpuji karena ia terjadi berdasarkan hasil pilihan hamba dan perbuatannya, bukan karena suatu sebab yang berada di luar kekuasaannya semacam datangnya musibah dan lain sebagainya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 38-39).
Adapun penghambaan sangat khusus ialah penghambaan para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Hal itu sebagaimana yang Allah firmankan tentang Nuh ‘alaihissalam (yang artinya), “Sesungguhnya dia adalah seorang hamba yang pandai bersyukur.” (QS. Al Israa’ [17]: 3). Allah juga berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Dan apabila kalian merasa ragu terhadap wahyu yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)…” (QS. Al Baqarah [2] : 23). Begitu pula pujian Allah kepada para Rasul yang lain di dalam ayat-ayat yang lain. penghambaan jenis kedua dan ketiga ini bisa juga disebut ‘ubudiyah syar’iyah (Al-Qaul Al-Mufid I/16, Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 38-39).
Di antara ketiga macam penghambaan ini, maka yang terpuji hanyalah yang kedua dan ketiga. Karena pada penghambaan yang pertama manusia tidak melakukannya dengan sebab perbuatannya. Walaupun peristiwa-peristiwa yang ada di dunia ini (nikmat, musibah, dsb) yang menimpanya bisa juga menyebabkan pujian dari Allah kepadanya. Misalnya saja ketika seseorang memperoleh kelapangan maka dia pun bersyukur. Atau apabila dia tertimpa musibah maka dia bersabar. Adapun penghambaan yang kedua dan ketiga jelas terpuji karena ia terjadi berdasarkan hasil pilihan hamba dan perbuatannya, bukan karena suatu sebab yang berada di luar kekuasaannya semacam datangnya musibah dan lain sebagainya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 38-39).
by: muslim.or.id
Tidak ada komentar
Posting Komentar